MENINGITIS SEROSA

Selasa, 24 Maret 2009 1 komentar

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Invasi atau penetrasi berarti penembusan. Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh epithelium permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai kulit, konjungtiva, dan mukosa.

Penyakit-penyakit inflamasi pada sistem saraf pusat terutama adalah meningitis dan ensefalitis, dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik. Berbagai jenis mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak dengan pola yang bervariasi banyak atau sedikit dalam hal keakutan, intensitas, durasi, dan kekhususan. Gambaran klinis utama yang timbul pada seorang pasien bergantung pada jenis mikroorganisme, jumlah, keadaan umum dan daya tahan tubuh pasien, adanya infeksi ikutan, dan penatalaksaan klinis.
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.

Meningitis dibagi berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang :
Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah durameter
Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah arakhnoid dan piameter
Sedangkan berdasarkan penyebabnya :
Meningitis karena bakteri
Meningitis karena virus
Meningitis karena riketsia
Meningitis karena jamur
Meningitis karena cacing
Meningitis karena protozoa
Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Istilah meningitis aseptik mengacu pada kasus dimana pasien dengan gejala meningitis tapi pertumbuhan bakteri pada kultur tidak ditemukan. Banyak faktor yang berbeda yang dapat menyebabkan penyakit ini, seperti virus atau mikobakterium.

ETIOLOGI

Bervariasi, Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa, jamur, ritketsia atau yang paling sering virus.
Kelompok virus yang paling sering adalah enterovirus (echo, coxsackie, polio), diikuti oleh parotitis, herpes II, koriomeningitis limfositik dan adeno virus. Yang termasuk arbovirus adalah virus yang ditransmisikan oleh kutu, meningoensefalitis musim semi.
PATOFISIOLOGI

Kuman dapat tumbuh dan berbiak tergantung pada kondisi ruang lingkupnya, kuman yang sudah masuk dalam tubuh dapat berbiak subur atau tidak, proses multiplikasi ini tidak berlalu tanpa pergulatan antara kuman dan unsur-unsur sel dan zat biokimiawi tubuh yang dikerahkan untuk mempertahankan keutuhan tubuh. Aksi kuman dan reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan kuman dan unsur-unsur tubuh yang merupakan racun bagi tubuh.

Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba disusunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Pada kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi semacam itu. Invasi hematogenik melalui arteria intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.

Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri ini kuman dapat tiba di likuor dan invasi kedalam otak melalui penerobosan dari piamater. Akhirnya, saraf – saraf tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba disusunan saraf pusat.
Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat. Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik, hormonal dan seluler yang berfungsi sempurna.

Meningitis viral dan meningitis tuberkulosa merupakan bagian meningitis serosa. Meningitis tuberkulosa adalah komplikasi sistemik dari tuberkulosis dan merupakan hasil penyebaran secara hematogen ke piamater atau arakhnoid. Ada respon seluler dengan adanya limfosit, sel plasma, histosit, dalam waktu yang singkat terjadi perubahan giant sel dan tipe granulomatous. Tuberculoma bisanya berada pada hemisfer, serebellum atau serabut spinal.

Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru-paru, melepaskan mikrobakterium tuberkulosis. Melalui lintasan hematogen ia tiba dikorteks serebri, dan akhirnya ia mati di situ atau berbiak dan membentuk eksudat kaseosa. Leptomeninges yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis sirkumskripta. Tetapi eksudat kaseosa dapat meletus dan masuk serta membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruangan subaraknoidal.

Meningitis viral yang benigne tidak melibatkan jaringan otak pada proses radangnya, gejala-gejalanya dapat sedemikian ringannya sehingga diagnosis meningitis luput dibuat. Tetapi pada pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limfositer. Jika gejala-gejalanya agak berat, maka gejala yang paling menggangu ialah sakit kepala dan nyeri kuduk. Virus yang biasanya bertanggung jawab atas terjadinya infeksi di susunan saraf pusat tergolong pada keluarga enterovirus. Mereka melakukan invasi dan penetrasi melalui usus dan ditemukan dalam feses dan sekresi nasofaring. Selanjutnya pada mula timbulnya cairan serebrospinal sudah mengandung virus. Penularan dapat terjadi melalui lintasan oral-fekal atau melalui droplet spray.

GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda meningitis serosa :
1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus.
2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta.
4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
6. Nausea dan vomitus
7. Mengantuk dan pusing
8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik
9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada )
10. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa
11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya

DIAGNOSIS

Pada anamnesis yang ditanyakan adalah ada tidaknya gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset sub akut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung. ( 10 )
Pemeriksaan fisis yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningitis serosa adalah :
1. Pemeriksaan rangsang meningeal dengan pemeriksaan kaku kuduk. Biasanya pada pasien meningitis terdapat kaku kuduk yang positif
2. Pemeriksaan nervi craniales yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII, biasanya kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia dan elektrolit
2. Pemeriksaan radiologik : foto polos paru, dan Ct-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.
Pungsi lumbal penting untuk menegakkan diagnosis dan untuk membedakannya dari meningitis purulenta. Hasilnya memperlihatkan hitung sel yang kurang dari 100-1000 sel/ml. Lebih dari 1000 sel umumnya ditemukan pada koriomeningitis limfositik, parotitis dan infeksi echo 9. Pada hari pertama sampai 50% sel PMN dapat ditemukan, setelah itu unsur mononuclear dan limfositik yang dominan. Kadar protein agak meningkat pada kebanyakan kasus, glukosa pada meningitis viral adalah normal. Jika glukosa berkurang, infeksi bakteri spesifik (tuberkulosis) atau jamur harus dicurigai. Pemeriksaan sediaan langsung pada meningitis viral tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri dapat diidentifikasi dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur dan tes serologis terutama penting pada kelompok penyakit ini untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebabnya.
Meningitis tuberkulosa
Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan pasien penderita tuberkulosa, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi dan sebagainya. Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai dengan tekanan intrakranial meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif dan pada bayi terdapat fotanela yang menonjol.
Meningitis tuberkulosa sudah jarang ditemukan dan sekarang sudah dapat diobati. Tetapi, prognosisnya buruk jika pengobatannya terlambat. Oleh karena itu, penyakit ini harus dicurigai pada pasien – pasien :
1. Dengan gambaran klinis meningitis yang timbul dalam waktu beberapa minggu.
2. Dengan hitung sel limfosit kurang dari 300 sel disertai kadar glukosa yang menurun
3. Dengan kelumpuhan saraf kranialis bagian bawah.
4. Dengan riwayat sebelumnya atau bukti klinis tuberkulosis paru atau organ lainnya.
5. Dengan adanya tuberculosis dalam masyarakat pasien.
Untuk menghindari kesalahan diagnosis dari meningitis tuberculosa maka harus diperhatikan cairan serebrospinal, adanya limfositosis dan hipoglicorrhachia pada susunan saraf pusat terdapat kira-kira 1 % pada diagnosis awal kasus tuberkulosa. Keadaan ini menjadi prioritas untuk dilaksanakan pencegahan dan terapi. Diagnosis defenitif meningitis tuberkulosa tergantung pada identifikasi mikobakterium tuberkulosa pada cairan serebrospinalis.
Diagnosis yang cepat sangat bergantung atas tiga sumber informasi yaitu :
1. Data epidemiologi mengenai keaktifan atau ketidakaktifan tuberkulosis pada sebuah keluarga
2. Tanda/ gejala klinik atau diagnosis tuberkulosis di luar dari susunan saraf pusat.
3. Karakteristik perubahan cairan serebrospinal yang terdiri dari limfositosis sedang ( <>
Meningitis viral

Pada pemeriksan laboratorium didapatkan jumlah sel darah putih biasanya normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal biasanya normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal biasanya berisi pleocytosis antara 20 – 1000 WB/ mm3, limfosit yang lebih dominan. Glukosa CSF biasanya normal tetapi kadang-kadang pasien dengan meningitis akut mumps, varicella zoster, herpes simplex tipe 2, limfosit choriomeningitis terjadi sedikit penurunan kadar glukosa CSF. Kadar protein CSF dapat normal atau sedikit meningkat. Antigen bakteri dan jamur tidak terdeteksi di CSF dan pada pewarnaan dan kultur tidak ditemukan bakteri maupun jamur. Pada EEG dan CT-Scan otak nampak normal.

DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis purulenta
2. Meningoensefalitis

PENATALAKSANAAN

Meningitis tuberkulosa
1. umum
2. Terapi kausal : kombinasi anti tuberkulosa
- obat-obat lini pertama : terapi obat lini pertama untuk meningitis tuberkulosa terdiri atas dua macam obat, isoniazid (INH) dan rifampisin. Isoniazid diberikan dengan dosis 10 -20 mg/KgBB/hari dengan dosis maksimal 300 m/hari untuk anak-anak dan 600 mg/ hari untuk dewasa.
- Obat-obat lini kedua : terdapat tiga obat antituberkulosa lini kedua untuk meningitis tuberkulosa yang digunakan sebagai tambahan ataupun pengganti INH dan rifampisin. Ethambutol, pyrazinamid dan ethionamid sangat efektif penetrasinya ke dalam cairan serebrospinal untuk menghilangkan inflamasi.
- Obat-obat lini ketiga : lima obat yang paling sering digunakan adalah aminoglikosida pada terapi tuberkulosis adalah golongan aminoglikosida yaitu streptomisin, capreomisin, kanamisin, viomisin dan amikatin. Kesemuanya adalah antibiotik polipeptida dan kesemunya berpotensi menimbulkan nefrotoksik dan ototoksik. Kelima obat tersebut penetrasinya sangat jelek kedalam otak atau cairan serebrospinal.
3. Kortikosteroid
Pada meningitis viral tidak ada pengobatan spesifik. Pada kebanyakan kasus pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik. Analgetik dibutuhkan untuk keluhan sakit kepala dan antiemetik untuk mual dan muntah. Perawatan rumah sakit jarang dibutuhkan kecuali ketika muntahnya mengakibatkan dehidrasi. Pada pasien dengan herpes simpleks meningitis viral dilakukan terapi simptomatik, dan pada beberapa kasus pengobatannya dapat dipertimbangkan pemberian acyclovir. Acyclovir 30 mg/kg yang dibagi dalam 3 kali per hari dan harus diberikan lebih awal untuk mendapatkan hasil yang maksimal

KOMPLIKASI

1. Hidrosefalus
2. Kelumpuhan saraf kranial
3. Epilepsi
4. Iskemi dan infark pada otak

PROGNOSIS

Meningitis aseptik adalah penyakit yang tidak berbahaya dan pada umumya pasien sembuh sempurna setelah 4 sampai 5 hari setelah munculnya gejala. Pada meningitis tuberkulosa faktor prognosis yang paling penting adalah panjangnya waktu antara permulaan gejala dengan permulaan pengobatan anti tuberkulosa, sembuhnya lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis

KESIMPULAN

Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Etiologi bervariasi, mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa, jamur, ritketsia atau yang paling sering virus
Gejala dan tanda meningitis serosa :
1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus.
2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta.
4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
6. Nausea dan vomitus
7. Mengantuk dan pusing
8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik
9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada )
10. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa
11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya
Pada pemeriksaan lumbal pungsi hasilnya memperlihatkan hitung sel yang kurang dari 100-1000 sel/ml. Pemeriksaan sediaan langsung pada meningitis viral tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri dapat diidentifikasi dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur dan tes serologis terutama penting pada kelompok penyakit ini untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebabnya.Pengobatan disesuaikan dengan penyebab dari meningitis tersebut apakah oleh karena virus maka diberikan antivirus atau karena tuberkulosa maka diberikan antituberkulosa.

1 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 R.A.K.E.L | TNB